Saturday, May 13, 2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia. Pancasila sabagai identitas memiliki keunikan bila dibandingkan dengan sejumlah identitas lainnya. Pancasila bukan sekadar identitas dalam wujud lambang yang bersifat fisik ,namun ia lebih pada identitas bangsa dalam wujud psikis , yakni yang mencerminkan watak dan perilaku manusia Indonesia. Bahwa identitas sebagai penanda bukan hanya bersifat fisik , melainkan juga meliputi nilai-nilai dan konsepsi.Pancasila adalah penanda bagi Indonesia yang bersifat nonfisik. Begitu pentingnya Pancasia untuk Indonesia ,Pancasila mencakup segala aspek kehidupan maupun peraturan dalam kehidupan. Salah satunya mengenai Hak Asasi Manusia , banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia mulai dari kasus pembunuhan,penganiyaan dan kekerasan. Dalam makalah akan membahas mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan karena kasus tersebut terjadi begitu banyak dan sering terjadi Indonesia baik dari kasus yang sering di beritakan di media atau bahkan yang tanpa sadar dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terespos.
Perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang di takdirkan menjadi sesosok manusia yang dicintai oleh lawan jenisnya dan kelak akan melahirkan para penerus bangsa. Tapi tak selamanya arti itu benar , mengapa ? ya, sekarang banyak sekali kasus yang sudah bukan biasa – biasa saja karena diskriminasi sampai penganiayaan terhadap perempuan sudah banyak di beritakan. Dan biasanya kasus – kasus seperti ini terjadi di sekitar lingkup keluarga dimana seorang laki – laki yang harusnya menjadi contoh , menjadi pemimpin dalam keluarga tersebut malah melakukan tindakan keji yang tak seharusnya untuk dilakukan biasanya dikenal dengan sebutan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kelemahan pada kaum hawa malah dijadikan sebuah kasus criminal dan kasus pelanggaran yang melanggar Hak Asasi Manusia terutama perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan adalah kasus yang sudah mendunia dimana bukan hanya Indonesia saja tapi juga diberbagai negara. Tindak kekerasan seperti ini juga sudah termasuk dalam pelanggaran HAM yang cukup berat. Banyak sekali peraturan-peraturan yang mengatur terkait dengan pelanggaran HAM di Indonesia. Dan masalah seperti kekerasan terhadap perempuan bukanlah kasus yang begitu mudahnya untuk di selesaikan begitu saja karena sampai sekarang perkembangan pelanggaran HAM semacam ini malah semakin meningkat.

1.2.       Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan dalam makalah ini sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian dari pelanggaran HAM dan kekerasan pada perempuan ?
2.      Apa saja faktor penyebab dari kekerasan pada perempuan ?
3.      Apakah bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan ?
4.      Apa saja kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan ?
5.      Apa saja peraturan atau hukum yang mengatur tentang HAM ?
6.      Apa saja nilai-nilai keterkaitan pelanggaran HAM dengan Pancasila ?

1.3.       Tujuan
1.        Mengetahui pelanggaran HAM terutama kekerasan terhadap perempuan.
2.        Mengetahui faktor-faktor penyebab dari kekerasan terhadap perempuan.
3.        Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan.
4.        Mengetahui kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan beserta analisisnya
5.        Memahami peraturan dan hukum yang mengatur tentang HAM
6.        Mengetahui nilai-nilai HAM yang terkandung dalam pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Pengertian
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia , dan tanpa hak-hak itu , manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut dipeloreh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar,2001).
Kekerasan itu sendiri adalah suatu tindakan , perbuatan, sikap dan perkataan langsung atau tidak langsung yang tidak menghormati dan melukai keberadaan seseorang secara fisik , mental maupun jiwani.
Kekerasan sendiri merupakan salah satu bentuk dari kejahatan . Seperti yang dikatakan oleh Galtung ( Hayati, 2004: 140), merupakan “ suatu tindakan yang dilakukan seseorang atau lebih yang menimbulkan luka , baik secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain, dan lebih jauh merupakan suatu tindakan yang menyebabkan seseorang tidak mengaktualisasikan dirinya, disebabkan oleh bentuk – bentuk operasi dan penindasan yang ditunjuk kepadanya.” Artinya , kekerasan menyebabkan seseorang dirugikan , atau mengalami dampak negatif dalam berbagai bentuk.
Terjadinya kekerasan terhadap perempuan pada akhirnya akan menghambat perempuan untuk terlibat dalam kehidupan social , ekonimi dan pendidikan.
Sesuai dengan Pasal 1 Deklarasi PBB tahun 1993 tentang Perempuan, disebutkan bahwa definisi kekerasan terhadap perempuan adalah :
“ Setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin (gender based violence) yang berakibat pada kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik , seksual atau psikologi , termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang – wenang , baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah tindakan social , dimana pelakunya harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada masyarakat (Lee Ann Hoff,1994:5-9)

2.2.   Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan
Ada beberapa penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :
1.      Adanya persepsi tentang sesuatu dalam benak pelaku , bahkan sering kali yang mendasari tindak kekerasan ini bukan suatu yang dihadapi secara nyata. Hal ini dibuktikan dengan realitas di lapangan yang menunjukan bahwa pelaku telah melakukan tindakan kekerasan tersebut tanpa suatu alasan yang mendasar.
Alasan yang disampaikan pelaku hampir selalu hanya didasarkan pada asumsi dirinya atau permainan bayang-bayang pikirannya saja,bahkan tidak jarang dia justru mengingkari telah berbuat jahat dan tidak terhormat. Lebih lagi jika pelaku menganggap tindakannya tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan mesum atau perkosaan misalnya. Sehingga ketika dihadapkan jaksa dia menolak tuduhan bahwa dia telah melakukan perkosaan.
2.      Hukum yang mengatur tindak kekerasan terhadap perempuan masih bias gender. Sering kali hukum tidak berpihak kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan. Ketidak berpihakan tersebut tidak saja berkaitan dengan subtansi hukum yang kurang memperhatikan kepentingan perempuan atau si korban , bahkan justru belum adanya substansi hukum yang mengatur nasib bagi korban kekerasan , yang umumnya dialami perempuan.
Dari beberapa penyebab di atas , kita dapat melihat bahwa kekerasan yang terjadi adalah akibat adanya relasi kekuasaan yang tidak seimbang , baik relasi gender , kelas social , etnis , ras , maupun kenegaraan.




2.3.       Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Perempuan
Bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan dapat berupa fisik atau psikis ,selain itu dapat dilakukan secara aktif (menggunakan kekerasan) atau pasif (menelantarkan ) dan pelanggaran seksual. Yang sering terjadi adalah kombinasi dari berbagai bentuk , walaupun dapat saja hanya muncul dalam salah satu bentuk di atas.
·         Kekerasan Psikis
Bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivitas emosi seseorang sangat variasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya suasana kasih sayang isteri agar terpenuhi kebutuhannya emosinya. Hal ini penting untuk perkembangan jiwa seseorang. Identifikasi akibat yang timbul pada kekerasan psikis lebih sulit diukur daripada kekerasan fisik.
·         Kekerasan Fisik
Pengertian dasar dari kekerasan fisik akibatnya penganiyaan adalah bila didapati perlakuan bukan karena kecelakaan (non-accidental) pada perempuan. Jejas (perlakuan) itu dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal atau berulang-ulang , dari yang ringan hingga yang fatal.
Hukum fisik pada perempuan memang umumnya (sebagimana dilakukan terhadap anak) tidak diterima dalam masyarakat sebagai tindakan mendidik untuk mengoreksi dan mengendalikan perilaku perempuan. Batasan intensitas kekerasan fisik tersebut sangat relatif , karena dapat ditinjau dari akibat kekerasan dan cara melakukakn kekerasan. Akan tetapi , bila didapati beberapa luka memar lama dan baru ,memar di wajah , hal ini menunjukan adanya kekerasan akibat penganiyaan. Begitu pula tindakan fisik berupa pukulan dengan tangan terkepal atau alat yang keras ,menendang,membanting atau menyebabkan luka bakar adalah jelas merupakan penganiyaan ,terlepas dari berat ringannya luka yang timbul.
·         Penelantaran Perempuan
Pengertian menelantarkan adalah kelalaian dalam memberikan kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki keberuntungan kepada pihak lain, khususnya dalam lingkungan rumah tangga. Kurang menyediakan sarana perawatan kesehatan ,pemberian makanan,pakaian dan perumahan yang sesuai merupakan faktor utama dalam menentukan adanya penelantaran. Namun , harus hati-hati untuk membedakan antara “ketidak mampuan ekonomis” dengan “penelantaran yang sengaja”. Bentuk kekerasan jenis ini menonjol khususnya terhadap anak karena anak belum mampu mengurus dirinya sendiri.
·         Pelenggaran Seksual
Pengertian pelanggaran seksual adalah setiap aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa dan perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan dengan pemaksaan atau tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan menimbulkan perlukaan dan berkaitan trauma emosi yang dalam bagi perempuan.

2.4.     Peraturan dan hukum yang mengatur tentang HAM
a.       Pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara mendasari pelaksanaan HAM di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sila-sila dalam Pancasila tidak boleh dipisahkan. Oleh karena itu , pelaksanaan HAM dalam Pancasila didasari oleh sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab “ dan dijiwai oleh sila-sila yang lainnya. Pancasila terutama sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan landasan idiil akan pengakuan dan jaminan hak asasi manusia di Indonesia. Menurut para pendiri Negara yang tergabung dalam Panitia Lima (1997) ,dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ini perlu diberi tempat yang layak dalam perundang-undangan perihal hak-hak dan kewajiban asasi warga Negara. Terutama sekali hak hidup , hak atas keselamatan badan , hak kebebasan diri ,karena ketiganya nyata merupakan kurunia dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga perlu mendapat perlindungan sejauh mungkin dari Negara. Sedangkan hak lain seperti hak milik dan hak kehormatan seseorang lebih bersifat relatif yang beragantung pada ideologi bangsa, terutama mengenai hubungan dan perimbangan antara individu dan masyarakat. Bagi bangsa Indonesia yang  yang bersifat “kekeluargaan” dan “gotong royong” , tidak bisa mengakui hak milik sebagai “hak yang tidak dapat diganggu gugat dan keramat”.

b.      UUD 1945
·         Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama
Hak Asasi Manusia sebenarnya sudah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa Negara Indonesia sendiri sejak masa berdirinya tidak lepas dari HAM itu sendiri . Hal in dapat kita lihat pada alinea pertama yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa..”. Berdasarkan ini maka bangsa Indonesia mengakui adalah hak untuk merdeka atau bebas.
·         Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat
Yakni nilai-nilai luhur bangsa yang terumus dalam Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara mengandung dua aspek , yakni aspek individualis (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu , kebebasan setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun , terutama Negara dan Pemerintah.
·         Batang Tubuh UUD 1945
Rumusan hak tersebut mencakup hak dalam bidang politik , ekonomi ,social ,dan budaya yang tersebar dari pasal Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Akan tetapi, rumusan-rumusan dalam konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan hanya dirumuskan secara singkat  dalam garis besarnya saja.
Sampai pada akhirnya era Orde Baru tahun 1998 , pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia tidak banyak mengalami perkembangan dan tetap berlandaskan pada rumusan yang ada dalam UUD 1945, yaitu tertuang pada hak dan kewajiban warga Negara.
Rumusan baru tentang hak asasi manusia tertuang pada pasal 28 A-J UUD 1945 hasil amandemen  I tahun 1999. Penambahan rumusan HAM ini bukan semata-mata kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan HAM yang semakin penting, melainkan juga merupakan salah satu syarat Negara hukum. HAM juga dapat dijadikan salah satu indicator untuk mengukur tingakat peradaban , tingkat demokrasi , dan tingkat kemajuana suatu Negara.
c.       Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang yang menjamin HAM di Indonesia adalah Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Berikut ini hak-hak yang terdapat dalam UU No.39 Tahun 1999
1)      Hak untuk hidup (Pasal 4).
2)      Hak untuk berkeluarga (Pasal 10).
3)      Hak untuk mengembangkan diri (Pasal 11,12,13,14,15,16).
4)      Hak untuk memperoleh keadilan (Pasal 17,18,19).
5)      Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27)
6)      Hak atas rasa aman (Pasal 28-35)
7)      Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42)
8)      Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43-44)
9)      Hak wanita (Pasal 45-51)
10)  Hak anak (Pasal 52-66)

2.5.     Nilai-Nilai HAM yang terkandung dalam Pancasila
Soedjono Sumibroto dan Marwoto mengatakan ,UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat. Atas dasar itu HAM yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafat dasar dan pandangan hidup bangsa , yaitu Pancasila. Penegakan HAM di Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Dengan kata lain , Pancasila merupakan nilai-nilai HAM yang hidup dalam kepribadian bangsa.
HAM itu sendiri telah tercantum dalam sila kedua Pancasila ,yang otomatis Pancasila memiliki nilai-nilai HAM dan menjunjung HAM itu sendiri.
Nilai-nilai HAM yang terkandung dalam Pancasila meliputi nilai kemanusiaan dan nilai keadilan yang sesuai dengan sila ke dua.

2.6.      Kasus – Kasus kekerasan Terhadap Perempuan
Di Indonesia banyak sekali kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan setiap tahunnya mengalami peningkatan ,kebanyakan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di dalam rumah tangga dan istri yang menjadi korbannya.
Berikut ini kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan :
Liputan6.com, Makassar - Muh Ridwan (41), warga Jalan Kakatua 11 Lorong 3 Nomor 29, Makassar, Sulawesi Selatan dilaporkan ke polisi oleh istrinya, Suryati Daeng Sugi dengan dugaan penganiayaan pada Kamis, 25 Agustus 2016.
"Dia (Ridwan) pukul wajah saya berkali-kali hingga lebam," kata Suryati di hadapan petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Mamajang, Makassar sambil memperlihatkan wajahnya yang lebam akibat tonjokan suaminya itu.
Suryati mengaku dibogem suaminya saat tiba di rumah usai pulang bekerja sebagai karyawan di Toko Kaisar Makassar sekitar pukul 09.00 Wita tadi. Menurut Suryati, suaminya marah dengan alasan dirinya jarang berada di rumah dan tak pernah menyediakan sarapan.
"Saya terpaksa bekerja karena kebutuhan kami tidak mencukupi. Waktu saya pulang kerja, suami saya marah-marah. Katanya saya jarang di rumah dan tidak pernah menyediakan makanan," ucap Suryati sambil menangis.
Korban mengatakan saat suaminya memukulinya, ia mencium bau alkohol dari badan lelaki itu."Saya cium dia sepertinya mabuk karena badannya bau alkohol," kata Suryati.
Usai membuat laporan polisi, petugas SPKT Polsek Mamajang langsung menangkap Ridwan di rumah. Saat ini, Ridwan telah diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pelaku dijerat Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (
KDRT) dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun atau denda Rp 15 juta," ujar Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol 

ANALISIS :
Dari kasus di atas kita bisa mengetahui sudah terjadi tindak penganiyaan terhadap istri yang menandakan bagaimana lemahnya seorang perempuan di hadapan laki-laki.
Penyebab tindakan kekerasan pada kasus tersebut dari pernyataan korban ,sang suami marah terhadap dirinya karena jarang di rumah dan tak pernah menyediakan sarapan.
Dan juga dikarenakan posisi sang suami dalam keadaan mabuk sehingga dia tidak bisa mengontrol amarahnya dan terjadilah tindak penganiayaan berupa pukulan di wajah hingga beberapa kali.
Dapat kita simpulkan faktor penyebabnya yaitu :
1.      Kondisi mental atau psikologi
Kemungkinan sang suami merasa kurang perhatian dan kasih sayang dari istrinya dan berdampak pada kondisi kejiwaan dan mental sang suami. Karena biasanya tindak kekerasan terjadi juga di sebabkan karena kondisi mental yang sedang terganggu atau tidak dalam keadaan yang baik.
Tindak kekerasan dalam rumah tangga ternyata erat kaitannya dengan kondisi kesehatan mental (jiwa ) yang dimiliki pasangan suami-istri . Alasannya, perilaku seseorang merupakan refleki dari kondisi psikologi mereka. Saat kondisi psikologis mereka baik-baik saja, otomatis perilaku mereka pun akan baik-baik saja. Namun , di saat salah satu pasangan mengalami tekanan dan goncangan dalam kehidupan mereka ,tanpa disadari perilaku mereka pun berubah, menjadi lebih pendiam atau sebaliknya sangat agresif.
Smith menyatakan , meskipun banyak kasus kekerasan yang melampaui batas merupakan perilaku ekstrem bagi individu laki-laki, keberadaan mereka serta reaksi-reaksi otoritas mereka itu juga dipengaruhi oleh kekuatan dan kebencian laki-laki terhadap wanita. Lagipula, literatur mengenai karakteristik para pemerkosa menunjukan kepada kita, bahwa banyak kasus pemerkosaan tidak dilakukan oleh laki-laki yang sakit secara psikologi, melainkan mereka laki-laki biasa yang melaksanakan apa yang mereka rasa merupakan suatu fungsi normal dari kelainan mereka
(Brownmiller, 1975:230)
2.      Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi adalah salah satu faktor penyebabnya karena kesibukan istri dalam bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat suami jadi kurang perhatian dari istri ,karena pada dasarnya kewajiban seorang istri adalah untuk mengurus dan melayani suami.
3.      Pengaruh Minuman Keras atau Alkohol
Minuman keras merupakan minuman yang membuat peminumnya kehilangan kesadaran sehingga perbuatan atau perilaku yang dilakukan peminumnya menjadi tidak normal dari biasanya dan brutal. Selain itu minuman keras juga memiliki pengaruh terhadap kondisi mental serta kesehatan tubuh.
4.      Kurangnya Komunikasi
Tindakan kekerasan pada kasus tersebut menandakan adanya kurang komunikasi antara istri dan suami , seharusnya jika salah satu pihak mengerti dan saling memahami apabila merasa kurang nyaman dengan salah satu pasangan bisa saling di musyawarahkan.
Dalam kasus kekerasan tersebut juga termasuk pelanggaran HAM yang di atur dalam  UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 33 dan Pasal 34 yang berbunyi :
Pasal 33
1)      Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaanya.
2)      Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.

Kekerasan fisik pada perempuan tampaknya perlu mendapat perhatian, karena kondisi fisik dan psikis perempuan pada umumnya lebih rentan dibandingkan pria. Perbedaan kondisi antomis dan fisiologis antara pria dan perempuan memang sifatnya alamiah. Hal ini dimaksudkan agar pasangan pria dan perempuan saling melengkapi sesuai dengan kodrat manusia khususnya dalam hal reproduksi (meneruskan keturunan).
Kekerasan pada kasus tersebut adalah salah satu kasus yang banyak terjadi di Indonesia dan itu menunjukan nilai Pancasila dan  nilai-nilai HAM di Indonesia masih begitu lemah.







BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar Negara mendasari pelaksanaan HAM di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sila-sila dalam Pancasila tidak boleh dipisahkan. Oleh karena itu , pelaksanaan HAM dalam Pancasila didasari oleh sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab “ dan dijiwai oleh sila-sila yang lainnya. Pancasila terutama sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan landasan idiil akan pengakuan dan jaminan hak asasi manusia di Indonesia.
Pelanggaran HAM banyak terjadi di Indonesia yang menandakan bahwa Negara ini masih jauh dari nilai-nilai Pancasila. Pelanggaran HAM berupa kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan secara fisik maupun psikis.
Sehingga bukan hanya fisik yang terkena dampaknya tapi juga psikisnya. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan karena suatu pelanggaran maka akan menimbulkan hal yang buruk atau negatif dan berdampak bukan hanya pada diri sendiri tapi juga orang lain.
3.2.       Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus selalu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam diri kita, karena Pancasila itu mencakup segala aspek dalam kehidupan kita sehingga kalau kita bisa menerapkan dan mengamalkan Pancasila maka perbuatan atau tindakan pelanggaran HAM itu tidak akan terjadi dan tindakan-tindakan yang di larang lainnya. Dan dalam hal-hal lain yang kita kerjakan kita akan tau mana yang baik dan mana yang benar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
Karena kita tahu Negara ini tidak akan berkembang jauh lebih baik tanpa kualitas penduduk bangsannya yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA

Eka Hakim, 2016. Pulang Kerja Istri Kena Tonjok Suami Berkali-kali. http://regional.liputan6.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2016.
Zaitunah Subhan. 2001. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Lely Setyawati. 2015. Refleksi Diri  Para Korban Dan Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Apakah Jiwaku Sehat. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Majda El-Muhaj. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

0 comments:

Post a Comment