BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pancasila
sebagai identitas bangsa Indonesia. Pancasila sabagai identitas memiliki
keunikan bila dibandingkan dengan sejumlah identitas lainnya. Pancasila bukan
sekadar identitas dalam wujud lambang yang bersifat fisik ,namun ia lebih pada
identitas bangsa dalam wujud psikis , yakni yang mencerminkan watak dan
perilaku manusia Indonesia. Bahwa identitas sebagai penanda bukan hanya
bersifat fisik , melainkan juga meliputi nilai-nilai dan konsepsi.Pancasila
adalah penanda bagi Indonesia yang bersifat nonfisik. Begitu pentingnya
Pancasia untuk Indonesia ,Pancasila mencakup segala aspek kehidupan maupun
peraturan dalam kehidupan. Salah satunya mengenai Hak Asasi Manusia , banyak
kasus pelanggaran HAM di Indonesia mulai dari kasus pembunuhan,penganiyaan dan
kekerasan. Dalam makalah akan membahas mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan
karena kasus tersebut terjadi begitu banyak dan sering terjadi Indonesia baik
dari kasus yang sering di beritakan di media atau bahkan yang tanpa sadar dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak terespos.
Perempuan adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang di takdirkan menjadi sesosok manusia yang dicintai
oleh lawan jenisnya dan kelak akan melahirkan para penerus bangsa. Tapi tak
selamanya arti itu benar , mengapa ? ya, sekarang banyak sekali kasus yang
sudah bukan biasa – biasa saja karena diskriminasi sampai penganiayaan terhadap
perempuan sudah banyak di beritakan. Dan biasanya kasus – kasus seperti ini
terjadi di sekitar lingkup keluarga dimana seorang laki – laki yang harusnya
menjadi contoh , menjadi pemimpin dalam keluarga tersebut malah melakukan
tindakan keji yang tak seharusnya untuk dilakukan biasanya dikenal dengan
sebutan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kelemahan pada kaum hawa malah
dijadikan sebuah kasus criminal dan kasus pelanggaran yang melanggar Hak Asasi
Manusia terutama perempuan.
Kekerasan
terhadap perempuan adalah kasus yang sudah mendunia dimana bukan hanya
Indonesia saja tapi juga diberbagai negara. Tindak kekerasan seperti ini juga
sudah termasuk dalam pelanggaran HAM yang cukup berat. Banyak sekali
peraturan-peraturan yang mengatur terkait dengan pelanggaran HAM di Indonesia.
Dan masalah seperti kekerasan terhadap perempuan bukanlah kasus yang begitu
mudahnya untuk di selesaikan begitu saja karena sampai sekarang perkembangan
pelanggaran HAM semacam ini malah semakin meningkat.
1.2.
Rumusan
Masalah
Beberapa permasalahan dalam makalah ini
sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian dari pelanggaran HAM dan kekerasan pada perempuan ?
2. Apa
saja faktor penyebab dari kekerasan pada perempuan ?
3. Apakah
bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan ?
4. Apa
saja kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan ?
5. Apa
saja peraturan atau hukum yang mengatur tentang HAM ?
6. Apa
saja nilai-nilai keterkaitan pelanggaran HAM dengan Pancasila ?
1.3.
Tujuan
1.
Mengetahui pelanggaran HAM terutama
kekerasan terhadap perempuan.
2.
Mengetahui faktor-faktor penyebab dari
kekerasan terhadap perempuan.
3.
Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan
terhadap perempuan.
4.
Mengetahui kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan beserta analisisnya
5.
Memahami peraturan dan hukum yang
mengatur tentang HAM
6.
Mengetahui nilai-nilai HAM yang
terkandung dalam pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
HAM adalah
hak-hak yang melekat pada diri manusia , dan tanpa hak-hak itu , manusia tidak
dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut dipeloreh bersama dengan
kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar,2001).
Kekerasan itu
sendiri adalah suatu tindakan , perbuatan, sikap dan perkataan langsung atau
tidak langsung yang tidak menghormati dan melukai keberadaan seseorang secara
fisik , mental maupun jiwani.
Kekerasan
sendiri merupakan salah satu bentuk dari kejahatan . Seperti yang dikatakan
oleh Galtung ( Hayati, 2004: 140), merupakan “ suatu tindakan yang dilakukan
seseorang atau lebih yang menimbulkan luka , baik secara fisik maupun non fisik
terhadap orang lain, dan lebih jauh merupakan suatu tindakan yang menyebabkan
seseorang tidak mengaktualisasikan dirinya, disebabkan oleh bentuk – bentuk
operasi dan penindasan yang ditunjuk kepadanya.” Artinya , kekerasan
menyebabkan seseorang dirugikan , atau mengalami dampak negatif dalam berbagai
bentuk.
Terjadinya
kekerasan terhadap perempuan pada akhirnya akan menghambat perempuan untuk
terlibat dalam kehidupan social , ekonimi dan pendidikan.
Sesuai dengan
Pasal 1 Deklarasi PBB tahun 1993 tentang Perempuan, disebutkan bahwa definisi
kekerasan terhadap perempuan adalah :
“ Setiap
tindakan berdasarkan jenis kelamin (gender
based violence) yang berakibat pada kesengsaraan atau penderitaan perempuan
secara fisik , seksual atau psikologi , termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang – wenang , baik yang
terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan adalah
sebuah tindakan social , dimana pelakunya harus mempertanggungjawabkan
tindakannya kepada masyarakat (Lee Ann Hoff,1994:5-9)
2.2. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap
Perempuan
Ada
beberapa penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :
1. Adanya
persepsi tentang sesuatu dalam benak pelaku , bahkan sering kali yang mendasari
tindak kekerasan ini bukan suatu yang dihadapi secara nyata. Hal ini dibuktikan
dengan realitas di lapangan yang menunjukan bahwa pelaku telah melakukan
tindakan kekerasan tersebut tanpa suatu alasan yang mendasar.
Alasan yang disampaikan pelaku
hampir selalu hanya didasarkan pada asumsi dirinya atau permainan bayang-bayang
pikirannya saja,bahkan tidak jarang dia justru mengingkari telah berbuat jahat
dan tidak terhormat. Lebih lagi jika pelaku menganggap tindakannya tidak dapat
dikategorikan sebagai perbuatan mesum atau perkosaan misalnya. Sehingga ketika
dihadapkan jaksa dia menolak tuduhan bahwa dia telah melakukan perkosaan.
2. Hukum
yang mengatur tindak kekerasan terhadap perempuan masih bias gender. Sering
kali hukum tidak berpihak kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan.
Ketidak berpihakan tersebut tidak saja berkaitan dengan subtansi hukum yang
kurang memperhatikan kepentingan perempuan atau si korban , bahkan justru belum
adanya substansi hukum yang mengatur nasib bagi korban kekerasan , yang umumnya
dialami perempuan.
Dari
beberapa penyebab di atas , kita dapat melihat bahwa kekerasan yang terjadi
adalah akibat adanya relasi kekuasaan yang tidak seimbang , baik relasi gender
, kelas social , etnis , ras , maupun kenegaraan.
2.3.
Bentuk-bentuk
Kekerasan Pada Perempuan
Bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan
dapat berupa fisik atau psikis ,selain itu dapat dilakukan secara aktif
(menggunakan kekerasan) atau pasif (menelantarkan ) dan pelanggaran seksual.
Yang sering terjadi adalah kombinasi dari berbagai bentuk , walaupun dapat saja
hanya muncul dalam salah satu bentuk di atas.
·
Kekerasan Psikis
Bentuk
tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivitas emosi
seseorang sangat variasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak
diberikannya suasana kasih sayang isteri agar terpenuhi kebutuhannya emosinya.
Hal ini penting untuk perkembangan jiwa seseorang. Identifikasi akibat yang
timbul pada kekerasan psikis lebih sulit diukur daripada kekerasan fisik.
·
Kekerasan Fisik
Pengertian
dasar dari kekerasan fisik akibatnya penganiyaan adalah bila didapati perlakuan
bukan karena kecelakaan (non-accidental) pada perempuan. Jejas (perlakuan) itu
dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal atau berulang-ulang
, dari yang ringan hingga yang fatal.
Hukum
fisik pada perempuan memang umumnya (sebagimana dilakukan terhadap anak) tidak
diterima dalam masyarakat sebagai tindakan mendidik untuk mengoreksi dan
mengendalikan perilaku perempuan. Batasan intensitas kekerasan fisik tersebut
sangat relatif , karena dapat ditinjau dari akibat kekerasan dan cara
melakukakn kekerasan. Akan tetapi , bila didapati beberapa luka memar lama dan
baru ,memar di wajah , hal ini menunjukan adanya kekerasan akibat penganiyaan.
Begitu pula tindakan fisik berupa pukulan dengan tangan terkepal atau alat yang
keras ,menendang,membanting atau menyebabkan luka bakar adalah jelas merupakan
penganiyaan ,terlepas dari berat ringannya luka yang timbul.
·
Penelantaran Perempuan
Pengertian
menelantarkan adalah kelalaian dalam memberikan kebutuhan hidup pada seseorang
yang memiliki keberuntungan kepada pihak lain, khususnya dalam lingkungan rumah
tangga. Kurang menyediakan sarana perawatan kesehatan ,pemberian
makanan,pakaian dan perumahan yang sesuai merupakan faktor utama dalam
menentukan adanya penelantaran. Namun , harus hati-hati untuk membedakan antara
“ketidak mampuan ekonomis” dengan “penelantaran yang sengaja”. Bentuk kekerasan
jenis ini menonjol khususnya terhadap anak karena anak belum mampu mengurus
dirinya sendiri.
·
Pelenggaran Seksual
Pengertian
pelanggaran seksual adalah setiap aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang
dewasa dan perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan dengan
pemaksaan atau tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan
menimbulkan perlukaan dan berkaitan trauma emosi yang dalam bagi perempuan.
2.4.
Peraturan
dan hukum yang mengatur tentang HAM
a. Pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara
mendasari pelaksanaan HAM di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sila-sila dalam
Pancasila tidak boleh dipisahkan. Oleh karena itu , pelaksanaan HAM dalam
Pancasila didasari oleh sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab “ dan
dijiwai oleh sila-sila yang lainnya. Pancasila terutama sila kedua, kemanusiaan
yang adil dan beradab merupakan landasan idiil akan pengakuan dan jaminan hak
asasi manusia di Indonesia. Menurut para pendiri Negara yang tergabung dalam
Panitia Lima (1997) ,dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ini perlu diberi
tempat yang layak dalam perundang-undangan perihal hak-hak dan kewajiban asasi
warga Negara. Terutama sekali hak hidup , hak atas keselamatan badan , hak kebebasan
diri ,karena ketiganya nyata merupakan kurunia dari Tuhan Yang Maha Esa
sehingga perlu mendapat perlindungan sejauh mungkin dari Negara. Sedangkan hak
lain seperti hak milik dan hak kehormatan seseorang lebih bersifat relatif yang
beragantung pada ideologi bangsa, terutama mengenai hubungan dan perimbangan
antara individu dan masyarakat. Bagi bangsa Indonesia yang yang bersifat “kekeluargaan” dan “gotong
royong” , tidak bisa mengakui hak milik sebagai “hak yang tidak dapat diganggu
gugat dan keramat”.
b. UUD
1945
·
Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama
Hak Asasi Manusia sebenarnya sudah
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa
Negara Indonesia sendiri sejak masa berdirinya tidak lepas dari HAM itu sendiri
. Hal in dapat kita lihat pada alinea pertama yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa..”. Berdasarkan ini maka bangsa
Indonesia mengakui adalah hak untuk merdeka atau bebas.
·
Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat
Yakni nilai-nilai luhur bangsa yang
terumus dalam Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara mengandung dua aspek ,
yakni aspek individualis (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh
karena itu , kebebasan setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati
hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada
tataran manapun , terutama Negara dan Pemerintah.
·
Batang Tubuh UUD 1945
Rumusan hak tersebut mencakup hak
dalam bidang politik , ekonomi ,social ,dan budaya yang tersebar dari pasal
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Akan tetapi, rumusan-rumusan dalam
konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan hanya dirumuskan secara singkat dalam garis besarnya saja.
Sampai pada akhirnya era Orde Baru
tahun 1998 , pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia tidak banyak
mengalami perkembangan dan tetap berlandaskan pada rumusan yang ada dalam UUD
1945, yaitu tertuang pada hak dan kewajiban warga Negara.
Rumusan baru tentang hak asasi
manusia tertuang pada pasal 28 A-J UUD 1945 hasil amandemen I tahun 1999. Penambahan rumusan HAM ini
bukan semata-mata kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan HAM yang
semakin penting, melainkan juga merupakan salah satu syarat Negara hukum. HAM
juga dapat dijadikan salah satu indicator untuk mengukur tingakat peradaban ,
tingkat demokrasi , dan tingkat kemajuana suatu Negara.
c. Peraturan
Perundang-Undangan
Undang-undang yang menjamin HAM di
Indonesia adalah Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Berikut ini
hak-hak yang terdapat dalam UU No.39 Tahun 1999
1) Hak
untuk hidup (Pasal 4).
2) Hak
untuk berkeluarga (Pasal 10).
3) Hak
untuk mengembangkan diri (Pasal 11,12,13,14,15,16).
4) Hak
untuk memperoleh keadilan (Pasal 17,18,19).
5) Hak
atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27)
6) Hak
atas rasa aman (Pasal 28-35)
7) Hak
atas kesejahteraan (Pasal 36-42)
8) Hak
turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43-44)
9) Hak
wanita (Pasal 45-51)
10) Hak
anak (Pasal 52-66)
2.5.
Nilai-Nilai
HAM yang terkandung dalam Pancasila
Soedjono
Sumibroto dan Marwoto mengatakan ,UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup
dikalangan masyarakat. Atas dasar itu HAM yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber
pada falsafat dasar dan pandangan hidup bangsa , yaitu Pancasila. Penegakan HAM
di Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa. Dengan kata lain , Pancasila merupakan nilai-nilai HAM
yang hidup dalam kepribadian bangsa.
HAM itu sendiri
telah tercantum dalam sila kedua Pancasila ,yang otomatis Pancasila memiliki
nilai-nilai HAM dan menjunjung HAM itu sendiri.
Nilai-nilai HAM
yang terkandung dalam Pancasila meliputi nilai kemanusiaan dan nilai keadilan
yang sesuai dengan sila ke dua.
2.6.
Kasus –
Kasus kekerasan Terhadap Perempuan
Di Indonesia banyak sekali kasus-kasus
kekerasan terhadap perempuan dan setiap tahunnya mengalami peningkatan
,kebanyakan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di dalam rumah
tangga dan istri yang menjadi korbannya.
Berikut ini kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan :
Liputan6.com, Makassar - Muh Ridwan (41), warga Jalan Kakatua 11 Lorong 3 Nomor 29,
Makassar, Sulawesi Selatan dilaporkan ke polisi oleh istrinya, Suryati Daeng
Sugi dengan dugaan penganiayaan pada Kamis, 25 Agustus 2016.
"Dia (Ridwan) pukul wajah saya berkali-kali hingga lebam," kata Suryati di hadapan petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Mamajang, Makassar sambil memperlihatkan wajahnya yang lebam akibat tonjokan suaminya itu.
Suryati mengaku dibogem suaminya saat tiba di rumah usai pulang bekerja sebagai karyawan di Toko Kaisar Makassar sekitar pukul 09.00 Wita tadi. Menurut Suryati, suaminya marah dengan alasan dirinya jarang berada di rumah dan tak pernah menyediakan sarapan.
"Saya terpaksa bekerja karena kebutuhan kami tidak mencukupi. Waktu saya pulang kerja, suami saya marah-marah. Katanya saya jarang di rumah dan tidak pernah menyediakan makanan," ucap Suryati sambil menangis.
"Dia (Ridwan) pukul wajah saya berkali-kali hingga lebam," kata Suryati di hadapan petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Mamajang, Makassar sambil memperlihatkan wajahnya yang lebam akibat tonjokan suaminya itu.
Suryati mengaku dibogem suaminya saat tiba di rumah usai pulang bekerja sebagai karyawan di Toko Kaisar Makassar sekitar pukul 09.00 Wita tadi. Menurut Suryati, suaminya marah dengan alasan dirinya jarang berada di rumah dan tak pernah menyediakan sarapan.
"Saya terpaksa bekerja karena kebutuhan kami tidak mencukupi. Waktu saya pulang kerja, suami saya marah-marah. Katanya saya jarang di rumah dan tidak pernah menyediakan makanan," ucap Suryati sambil menangis.
Korban mengatakan saat suaminya memukulinya, ia mencium bau alkohol dari badan lelaki itu."Saya cium dia sepertinya mabuk
karena badannya bau alkohol," kata Suryati.
Usai membuat laporan polisi, petugas SPKT Polsek Mamajang langsung menangkap Ridwan di rumah. Saat ini, Ridwan telah diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pelaku dijerat Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun atau denda Rp 15 juta," ujar Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol
Usai membuat laporan polisi, petugas SPKT Polsek Mamajang langsung menangkap Ridwan di rumah. Saat ini, Ridwan telah diamankan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pelaku dijerat Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun atau denda Rp 15 juta," ujar Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol
ANALISIS
:
Dari kasus di atas kita bisa mengetahui sudah terjadi tindak
penganiyaan terhadap istri yang menandakan bagaimana lemahnya seorang perempuan
di hadapan laki-laki.
Penyebab tindakan kekerasan pada kasus tersebut dari
pernyataan korban ,sang suami marah terhadap dirinya karena jarang di rumah dan
tak pernah menyediakan sarapan.
Dan juga dikarenakan posisi sang suami dalam keadaan mabuk
sehingga dia tidak bisa mengontrol amarahnya dan terjadilah tindak penganiayaan
berupa pukulan di wajah hingga beberapa kali.
Dapat kita simpulkan faktor penyebabnya
yaitu :
1. Kondisi
mental atau psikologi
Kemungkinan sang
suami merasa kurang perhatian dan kasih sayang dari istrinya dan berdampak pada
kondisi kejiwaan dan mental sang suami. Karena biasanya tindak kekerasan
terjadi juga di sebabkan karena kondisi mental yang sedang terganggu atau tidak
dalam keadaan yang baik.
Tindak kekerasan
dalam rumah tangga ternyata erat kaitannya dengan kondisi kesehatan mental
(jiwa ) yang dimiliki pasangan suami-istri . Alasannya, perilaku seseorang
merupakan refleki dari kondisi psikologi mereka. Saat kondisi psikologis mereka
baik-baik saja, otomatis perilaku mereka pun akan baik-baik saja. Namun , di
saat salah satu pasangan mengalami tekanan dan goncangan dalam kehidupan mereka
,tanpa disadari perilaku mereka pun berubah, menjadi lebih pendiam atau
sebaliknya sangat agresif.
Smith menyatakan
, meskipun banyak kasus kekerasan yang melampaui batas merupakan perilaku
ekstrem bagi individu laki-laki, keberadaan mereka serta reaksi-reaksi otoritas
mereka itu juga dipengaruhi oleh kekuatan dan kebencian laki-laki terhadap
wanita. Lagipula, literatur mengenai karakteristik para pemerkosa menunjukan
kepada kita, bahwa banyak kasus pemerkosaan tidak dilakukan oleh laki-laki yang
sakit secara psikologi, melainkan mereka laki-laki biasa yang melaksanakan apa
yang mereka rasa merupakan suatu fungsi normal dari kelainan mereka
(Brownmiller,
1975:230)
2. Kondisi
Ekonomi
Kondisi ekonomi adalah salah satu faktor
penyebabnya karena kesibukan istri dalam bekerja demi memenuhi kebutuhan
sehari-hari membuat suami jadi kurang perhatian dari istri ,karena pada
dasarnya kewajiban seorang istri adalah untuk mengurus dan melayani suami.
3. Pengaruh
Minuman Keras atau Alkohol
Minuman keras merupakan minuman yang
membuat peminumnya kehilangan kesadaran sehingga perbuatan atau perilaku yang
dilakukan peminumnya menjadi tidak normal dari biasanya dan brutal. Selain itu
minuman keras juga memiliki pengaruh terhadap kondisi mental serta kesehatan
tubuh.
4. Kurangnya
Komunikasi
Tindakan kekerasan pada kasus tersebut
menandakan adanya kurang komunikasi antara istri dan suami , seharusnya jika
salah satu pihak mengerti dan saling memahami apabila merasa kurang nyaman
dengan salah satu pasangan bisa saling di musyawarahkan.
Dalam kasus kekerasan tersebut juga
termasuk pelanggaran HAM yang di atur dalam UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 33 dan Pasal 34
yang berbunyi :
Pasal 33
1)
Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan
derajat dan martabat kemanusiaanya.
2)
Setiap orang berhak untuk bebas dari
penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap,
ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
Kekerasan fisik pada perempuan tampaknya
perlu mendapat perhatian, karena kondisi fisik dan psikis perempuan pada
umumnya lebih rentan dibandingkan pria. Perbedaan kondisi antomis dan
fisiologis antara pria dan perempuan memang sifatnya alamiah. Hal ini
dimaksudkan agar pasangan pria dan perempuan saling melengkapi sesuai dengan
kodrat manusia khususnya dalam hal reproduksi (meneruskan keturunan).
Kekerasan pada kasus tersebut adalah
salah satu kasus yang banyak terjadi di Indonesia dan itu menunjukan nilai
Pancasila dan nilai-nilai HAM di
Indonesia masih begitu lemah.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar Negara
mendasari pelaksanaan HAM di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sila-sila dalam
Pancasila tidak boleh dipisahkan. Oleh karena itu , pelaksanaan HAM dalam
Pancasila didasari oleh sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab “ dan
dijiwai oleh sila-sila yang lainnya. Pancasila terutama sila kedua, kemanusiaan
yang adil dan beradab merupakan landasan idiil akan pengakuan dan jaminan hak
asasi manusia di Indonesia.
Pelanggaran HAM banyak terjadi di
Indonesia yang menandakan bahwa Negara ini masih jauh dari nilai-nilai
Pancasila. Pelanggaran HAM berupa kekerasan terhadap perempuan adalah suatu
tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat
merugikan perempuan secara fisik maupun psikis.
Sehingga bukan hanya fisik yang
terkena dampaknya tapi juga psikisnya. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan
karena suatu pelanggaran maka akan menimbulkan hal yang buruk atau negatif dan
berdampak bukan hanya pada diri sendiri tapi juga orang lain.
3.2.
Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus
selalu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam diri kita, karena Pancasila itu
mencakup segala aspek dalam kehidupan kita sehingga kalau kita bisa menerapkan
dan mengamalkan Pancasila maka perbuatan atau tindakan pelanggaran HAM itu tidak
akan terjadi dan tindakan-tindakan yang di larang lainnya. Dan dalam hal-hal
lain yang kita kerjakan kita akan tau mana yang baik dan mana yang benar sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila
Karena kita tahu Negara ini tidak
akan berkembang jauh lebih baik tanpa kualitas penduduk bangsannya yang baik
pula.
DAFTAR
PUSTAKA
Eka
Hakim, 2016. Pulang Kerja Istri Kena Tonjok Suami Berkali-kali. http://regional.liputan6.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2016.
Zaitunah Subhan. 2001. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Lely Setyawati. 2015. Refleksi Diri Para Korban Dan
Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Apakah Jiwaku Sehat. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Majda El-Muhaj. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi
Indonesia: Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
0 comments:
Post a Comment